Tentang Kota dan Perjalanan

Oleh : Munawir Aziz*

Kota punya relasi erat dengan perjalanan dan kesaksian. Membaca kota dengan imaji kerjanya adalah membaca perjalanan yang tergesa. Kota yang berlari tunggang-langgang menimbulkan ingatan tentang kehidupan yang ingin cepat, tapi terlambat. Imajinasi kota menghadirkan lanskap dan memori tentang keinginan yang tak tuntas. Saat ini, ketika seolah kota tak peduli pada penduduknya, ruang singgah di kota-kota disesaki oleh manusia dengan hasrat masing-masing.

Perjalanan melintasi kota-kota memberi memori panjang pada diri saya untuk mengenal kembali kehidupan dengan segala sumpah serapah dan kenikmatan tak pernah usai. Perjalanan menjadi guru bagi murid yang ingin mencari titik pencerahan dalam detak jantung kehidupannya. Perjalanan menghadirkan hasrat maupun pesimisme yang tak teraba, bahkan oleh diri kita sendiri. Tapak petualangan memberi kisah pada kita tentang masa lalu, masa kini dan mendatang. Kota dan perjalanan tak pernah selesai bersentuhan: saling memberi dan menerima.

Sebagai pejalan, seringkali saya enggan untuk meneropong apa yang terjadi di hadapan saya, ketika bus melaju. Atau ketika kaki saya melangkah melewati lorong-lorong kota , terminal, bandara, hotel maupun pasar gelap nan apak. Menebak apa yang terjadi hanya akan menghasilkan sakit hati. Kecewa berada di ujung mata ketika hanya ada kekosongan dan penghianatan yang kita genggam di perjalanan. Namun, menikmati perjalanan dengan harapan dan kecemasan yang sama memberi ruang bagi saya untuk menempuh ingatan sebagai kesaksian. Harapan yang seimbang ini memungkinkan hadirnya ketaksengajaan, pendustaan maupun kenikmatan tiba-tiba yang mendekap tubuh saya.

Perjalanan dengan memikul harapan segunung seakan menghantarkan diri kita untuk sakit dan cemas. Kisah petualangan yang tanpa harapan lebih, memberi oksigen bagi kita agar bisa terus bernafas dengan nyaman. Terkadang, perjalanan juga menampar kita dengan hal-hal yang pedih: letih, kehilangan dompet, karcis yang terlupa, kereta yang tak terkejar maupun kisah dusta calo terminal. Namun, memori-memori ini saya rasa memberi pelajaran sangat berharga: bagaimana menghargai diri dan kemanusiaan. Bagaimana menghargai orang lain menghargai kita apabila terus saja mata dan hati merendahkan orang lain?

Dompet tercuri, perjalalan tersesat, dan petunjuk dusta dari orang yang memberi jawab bagi tanya merupakan guru terbaik untuk memandang perjalanan sebagai miniatur kehidupan secara utuh. Penerimaan dengan hati lapang akan membuka pintu refleksi dengan sederet ide serta segumpal kenangan romatis. Dompet yang hilang adalah saksi tentang harta yang tak pernah berhenti berputar. Jalan tersesat merupakan refleksi kehidupan dengan pencarian tak selesai. Kisah dusta yang kita tangkap menjadi pengingat bahwa kebohongan tercipta ketika kebenaran ada. Hikmah tak ternilai merupakan mutiara-mutiara yang terhampar di lorong panjang petualangan kita. Dan kota , menjadi saksi betapa kelonggaran perasaan menjadi pertaruhan di tengah perjalanan. Kota memberi tanda tentang jejak persinggahan dan perjalanan.

Terkadang, di tengah laju kereta, saya bertanya-tanya tentang arah. Perjalanan dengan arah memang penting, namun tujuan maksimal hanya bisa dicapai dengan proses yang benar. Perjalanan menjadi refleksi proses kehidupan dengan tujuan yang entah. Rel kereta mengingatkan saya tentang harapan dan kecemasan yang berjalan linier. Harapan adalah energi yang memompa jantung untuk terus berdetak, kecemasan merupakan pisau yang menusuk-nusuk kepala agar kita ingat tentang resiko.

Perjalan juga memungkinkan saya untuk menikmati romantisme. Bandara memberi kesaksian betapa banyak manusia yang hidup dengan tergesa. Nyawa dan nafas diukur oleh presisi detik serta waktu yang tak memberi ampun bagi pejalan terlambat. Manusia tergesa hidup dengan imajinasi pekerjaan yang tak tuntas. Romantisme perjalanan hadir ketika tak sengaja, ketika secara kebetulan di samping saya adalah perempuan cantik, luwes dan komunikatif. Impitan tubuh, desakan hangat dan mata yang dikalahkan kantuk merupakan tanda dalam komunikasi yang cerewet maupun hening. Kisah-kisah ini memberi kesaksian dan ingatan tentang ketaksengajaan yang membawa nikmat.

Kisah perjalanan romantis namun cemas mengingatkan saya pada petualangan Shevket dan Janan yang singgah di kota-kota belahan Turki. Memoar perjalanan “The New Life” anggitan Orhan Pamuk ini menghadirkan imajinasi kreatif dan hasrat panjang tentang petulangan yang hangat namun menggelisahkan. Bus adalah ruang yang tak pernah selesai memberi tanda dan peringatan kita tentang ancaman. Kisah perjalanan dalam imajinasi Pamuk mengadirkan hikmah tentang kehilangan dan keberkahan yang saling berkejaran. Petualangan akan memberi pelajaran berharga tentang dua hal: perolehan dan kehilangan.

Mendapat dan kehilangan sesuatu adalah tema di tiap-tiap perjalanan. Kehilangan yang diterima dengan pasrah akan menghantarkan kita untuk mendapatkan berkah yang lebih. Pelajaran bijak ini menjadi bekal untuk mengarungi kehidupan sesungguhnya: mendapatkan dan kehilangan merupakan kemungkinan yang tak bisa dielak. Setiap petualangan adalah perjalanan menuju kedalaman diri dan imajinasi.
__________________________________
*Munawir Aziz, Esais dan peneliti, lahir di Pati, Jateng
Related Posts

Tambahkan Komentar Sembunyikan