Krisis Lingkungan

Oleh: Abdul Ghoni

Manusia dalam perjalanan mengarungi kehidupannya tidak akan lepas dari ruang lingkup yang menyertainya. Ruang ini menjadi batasan kasat mata atas kemamuan manusia dan segala tindakannya. Sebagian orang akan memandang batasan ini sebagai kelemahan yang tidak akan mampu mereka lalui dan pasrah akan nasib adalah langkah yang mereka pilih. 

Sedangkan sebagian yang lain, memandang batasan itu sebagai masalah  yang harus mereka lalui dengan segenap daya dan upaya untuk mengubahnya menjadi kemanfaatan bersama. Ruang lingkup yang kita bicarakan ini adalah sesuatu yang kita jumpai setiap saat namun tak banyak dari kita yang menyadarinya bahkan cenderung abai terhadapnya, yaitu lingkungan hidup.
Sudah sejak dulu, ketika manusia masih berburu dan berpindah-pindah untuk tetap menjaga kelangsungan hajat hidup, mereka menyadari bahwa ada sesuatu di luar dirinya yang ikut berperan serta dalam menentukan langkah yang harus diambil. Mereka menyadari keselarasan dalam tatanan alam yang luar biasa. Semenjak itu, dari sejak zaman purba sampai zaman modern, manusia berupaya untuk mengolah alam untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidup.

Usah peningkatan kualitas hidup manusia sangat terasa sejak revolusi industri yang melanda benua Eropa pada pertengahan abad ke 19, kemudian menyebar ke Amerika. Pada saat itu manusia berlomba untuk menciptakan mesin-mesin baru untuk menghasilkan produk-produk baru yang diharapkan dapat segera dinikmati dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Perlombaan tersebut juga melanda bidang pertanian dan perkebunan melalui pembukaan lahan-lahan pertanian dan perkebunan baru di kawasan benua Amerika, Asia, Australia dan juga Afrika.

Walaupun kekayaan alam cukup tersedia, namun karena pengambilannya jauh lebih cepat dari waktu yang diperlukan untuk terbentuknya kekayaan alam tersebut, maka tidak mustahil dalam waktu singkat, kekayaan alam tersebut akan habis. Dalam keadaan seperti ini manusia mulai berfikir tentang perlunya mempertahankan daya dukung alam bagi kelangsungan hidup manusia.

Persoalan lingkungan mulai terjadi manakala keseimbangan lingkungan tidak lagi dapat diperoleh menyangkut seluruh variable dasar yang dikaji. Gangguan keseimbangan lingkungan umumnya terjadi kalau proses atau fungsi yang menyangkut variable lingkungan tersebut tidak dapat terjadi sesuai dengan kaidah-kaidah alam sebagaimana yang seharusnya terjadi. Gejala ini akan terjadi kalau terdapat intervensi fungsi dari manusia, sehingga efesiensi fungsi alami tidak lagi dapat dioptimalkan. ( Wuryadi, 1996)

Kekhawatiran manusia atas masalah lingkungan yang dapat mengurangi kualitas dan kenyamanan hidup mulai tampak sejak akhir pertengahan abad ke 20. Hal ini tampak antara lain dari pertambahan perbendaharaan kata seperti ekologi, erosi, polusi, intrusi, efek rumah kaca, kabut fotokimia, hujan asam dan lain-lainnya.

Permasalah yang mengemuka akibat dari rusaknya lingkungan tidaklah sederhana. Selain dampak yang berimbas pada alam, kerusakan lingkungan juga akan menjangkit sampai pada tataran sosial ekonomi dan politik. Rentetan masalah ini hadir secara runtun dan sistematis dengan adanya sebab-sebab yang muncul kemudian tercipta akibat-akibat sebagai responnya. (Lester R Brown, 1982)

Dalam buku karangan Lester R Brown yang berjudul Hari Yang Keduapuluh Sembilan yang diterbitkan pertama kali di Indonesia pada tahun 1982, mengemukakan salah satu  penyebab dari rusaknya lngkungan alam adalah pertumban penduduk yang melampaui daya dukung bumi. Rentetan yang muncul berikutnya adalah habisnya permukaan bumi untuk memenuhi kebutuhan pemukiman manusia. Hutan-hutan akan ditebang dirubah menjadi lahan hunian manusia. Tak luput pula lahan-lahan pertanian dan perkebunan yang semakin terkikis habis.

Jenis-jenis kehidupan yang terancam.
Hakekat evolusi adalah mencipta bentuk kehidupan baru dan memusnahkan bentuk kehidupan lama. Sejak lebih dari 2 milyar tahun sejak kehidupan pertama muncul di bumi, jenis-senis kehidupan yang bertahan lebih banyak dari yang musnah. Karena itu, jaringan tumbuh-tumbuhan dan kehidupan hewan sudah sangat rumit dan saling terkait. 

Iklim dan berbagai kekuatan alam selalu mempengaruhi evolusi, tetapi selama zaman modern ini manusia sudah menjadi salah satu kekuatan evolusi . Sayangnya peranan manusia adalah negatif, karena menyebabkan jenis-jenis kehidupan musnah. Dalam tahun-ahun terakhir ini, tanaman dan hewan yang musnah lebih banyak dari yang berkembang. Jumlah jenis kehidupan yang bertahan semakin menurun, dan kehidupan  majmuk makin berkurang.

Ancaman kepunahan 3 macam bentuknya. Pertama, melalui sentuhan dengan unsur-unsur buatan atau campuran yang mengganggu proses kehidupan. Ancaman kedua pada kelangsungan hidup jenis-jenis kehidupan ialah kehancuran alam lingkungan. Ancaman yang ketiga menurut Love Joy adalah melemahnya biota bumi yang menimbulkan akibat-akibat besar pada masa depan umat manusia.

Perubahan Iklim Tidak Sengaja 
Iklim dan perubahan selalu mempengaruhi manusia, tetapi hanya baru-baru ini saja manusia menemukan cara mempengaruhi iklim. Seperti kata laporan penelitian tahun 1975 yang dilakukan Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional, ” perubahan alamiah iklim jauh lebih besar dari perubahan yang disebabkan kegiatan manusia selama abad yang lalu ini; tetapi cepatnya pengaruh dari bertambahnya manusia, yang kelihatannya di masa depan ini juga mengganggu jalannya proses alamiah. Penelitian ini seterusnya mengatakan bahwa “pengaruh-pengaruh ini mencakup tindakan-tindakan manusia mengubah susunan atmosfir dan campur tangannya dalam factor-faktor yang mengendalikan keseimbangan panas.

Jumlah panas yang diterima bumi sama dengan jumlah energi yang diterimanya dari matahari dikurangi jumlah yang dipantulkan kembali ke angkasa (Lester R Brown 1982). Kalau keseimbangan yang rapuh ini diubah sehingga bumi menerima panas lebih besar atau lebih kecil dari yang sudah-sudah, iklim bumi akan berubah. Kalau panas yang diterima bumi lebih kecil, zaman es baru akan tiba. Bila panas bumi yang diterimanya jauh lebih besar maka gunung es yang berada di kutub akan mencair- permukaan laut akan naik dan menenggelamkan daratan yang luas dan kota-kota di tepi pantai.

Dalam konteks inilah kita menyadari bahwa masalah tata lingkung sangat komplek dan membutuhkan perhatian khusus bagi kita untuk merubah pandangan kita sekaligus memunculkan simpati diri terhadap alam sekitar kita dan ikut andil dalam proses pelestarian lingkungan.
______________________________________________________________
Artikel ini diperuntukan dalam kegiatan diskusi rutinan Malming di komplek X
Penulis adalah mutakhorijin PP Raudlatul Ulum Guyangan yang sedang menempuh studi di Universitas Negeri Yogyakarta pada jurusan Biologi.   
Related Posts

Tambahkan Komentar Sembunyikan