Tafsir “Agent of Change”

Oleh : Vicko el-Rahman
Kita sebagai kaum muda atau mungkin yang hanya merasa masih memiliki jiwa muda, tentu pantas merasa bangga atas tinta emas yang telah digoreskan para pemuda dalam lembar catatan sejarah. Bagaimana andil yang diberikan para pemuda terhadap keberhasilan atas terlaksananya proklamasi, terlahirnya sumpah pemuda sebagai usaha pemersatu nusantara, serta keberhasilan penggulingan rezim Orde Baru merupakan beberapa bukti sahih yang menunjukkan bahwa sepak terjang pemuda tidak sepatutnya dipandang hanya dengan sebelah mata, bahkan dapat dikatakan membanggakan. Namun kita harus kembali sadar diri bahwa itu semua adalah catatan masa lalu, dan sekarang pertanyaannya adalah: apa yang dapat dibanggakan dari kita, para pemuda, pada saat ini?  

Dengan dilandasi sebuah amanat yang selama ini telah disematkan kepada para pemuda pada umumnya dan Mahasiswa pada khususnya, yakni sebagai Agent of Change, tentu sudah selaiknya bagi kita untuk tetap berjuang dalam front terdepan bagi kemajuan bangsa dan menjadi inspirator serta sebagai motivator bagi perbaikan disegenap sendi kehidupan. Dan sungguh ironis jika ternyata yang terjadi malah sebaliknya, semangat yang dimiliki pemuda justru dimanfaaatkan oleh kelompok yang tidak bertanggung jawab dan hanya untuk memberi keuntungan bagi suatu pihak atau golongan tertentu serta membawa dampak bagi kehancuran bangsa.  

Tak dapat kita pungkiri bahwa  pemuda memiliki semangat, kekuatan dan pengaruh yang begitu besar dalam segala bidang, oleh karenanya tak jarang mereka menjadi sasaran utama bagi kepentingan suatu pihak. Satu peristiwa yang akhir-akhir ini sedang hangat  dibicarakan media massa serta menjadi perhatian utama pihak kepolisian adalah kasus terorisme. Bila kita telisik lebih dalam, ternyata memang pemuda-lah yang dimanfaatkan teroris untuk digunakan sebagai kuda tunggangan guna menjalankan aksi-aksinya. Dan tentunya kita bisa melihat secara jelas dari orang-orang yang menjadi eksekutor pengeboman dan DPO (Daftar Pencarian Orang) dari kepolisian terkait kasus tersebut memang sebagian besar adalah dari golongan pemuda.   Di lain pihak, keberadaan pemuda juga dimanfaatkan oleh manusia-manusia dari golongan bisnis. 

Tak jarang kita menemukan tulisan “tarif pelajar” di tempat-tempat semacam restoran atau salon kecantikan, tentunya hal itu hanya merupakan sebuah embel-embel dengan tujuan warung atau salon mereka akan ramai dikunjungi (tentu tujuan akhirnya bukan hanya dikunjungi tapi mendapatkan uang) oleh para pelajar yang memang tidak sedikit jumlahnya, yang dari tahun ke tahun bukan semakin berkurang namun semakin bertambah. Bahkan yang lebih ekstrem lagi, eksistensi pelajar dimanfaatkan oleh pengelola tempat ajip-ajip ( baca: kafe atau bar ) untuk mengusung tema “Students Party” dengan embel-embel menawarkan diskon sekian persen bagi para pelajar.

Menghadapi fenomena-fenomena semacam itu, tentu kita sebagai pemuda atau mahasiswa sudah seharusnya dapat berfikir secara jernih serta mengambil sikap dan tindakan yang tegas serta nyata agar kita dapat menjadi Stake-holder terhadap perbaikan bangsa Indonesia. Kita luruskan kembali penyimpangan makna dari “Agent of Change” yang selama ini justru dimanfaatkan oleh pihak-pihak lain yang hanya untuk kepentingan pribadi semata dan jangan sampai masyarakat umum memperoleh penafsiran yang salah  sehingga memberi persepsi yang keliru pula terhadap makna Agent of Change bagi para pemuda.

Di penghujung tulisan ini (yang semoga bukan pula penghujung dari perjuangan kita), mari bersama-sama kita tunjukkan bahwa eksistensi pemuda masih tetap ada hingga saat ini. Dan juga mari kita buktikan bahwa kaum muda (masih) pantas untuk dibanggakan.

            Hidup mahasiswa Indonesia!!!
_________________
* alumni Raudlatul Ulum angkatan 2009 sekarang kuliah di Universitas Negeri Yogyakarta, jurusan Pendidikan Bahasa Inggris.
Related Posts

Tambahkan Komentar Sembunyikan